PEKANBARU (RIAU), KOMPASPOS.COM - Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan DPRD Provinsi Riau mengadakan rapat bersama PT. Salim Ivomas Pratam...
PEKANBARU (RIAU), KOMPASPOS.COM - Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan DPRD Provinsi Riau mengadakan rapat bersama PT. Salim Ivomas Pratama, PT. Cibialiung Tunggal Planation, PT. Gunung Mas Raya, PT. Lahan Tani Sakti, dan PT. Tunggal Mitra Planation di Ruang Rapat Medium, Rabu (2/2/2022).
Rapat dipimpin Ketua Pansus DPRD Provinsi Riau Marwan Yohanis didampingi Anggota pansus DPRD Provinsi Riau Mardianto Manan, Abu Khoiri, Manahara Napitupulu dan Ali Rahmat Harahap, turut dihadiri Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu (MTKESMKK) Nurdin beserta jajarannya, Kepala Kantor Tanah (Kakantah) Rohil Rocky beserta jajarannya, Kabid Dinas Pengembangan Usaha dan Perkebunan Sri Ambar Kusumawati, serta tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili.
Datuk Nurdin Muhammad Tahir yang bergelar Encik Wira Siak saat dikonfirmasi, Kamis (3/2/2022), menyatakan kalau dirinya didalam rapat tersebut telah menyampaikan beberapa hal, terkait dengan materi pembahasan tentang pengaduan diserobotnya Tanah Adat persukuan Melayu ini.
"Kami menekankan kepada pansus DPRD provinsi Riau, agar perusahaan tersebut tidak ingkar dan berbohong kepada masyarakat persukuan sebagai mana yang selalu mereka lakukan selama ini," ujar dia.
Bukan tanpa fakta, kata dia, sudah sekian lama dan sekian kali pula mereka melakukan kebohongan-kebohongan yang berulang- ulang. Semenjak perusahaan-perusahaan tersebut bercokol, merambah hutan masyarakat adat persukuan kenegerian kubu.
Semenjak tahun 1983 sampai sekarang, lanjut dia, mereka tidak ada kontribusinya sama sekali terhadap keberlangsungan penghidupan anak kemanakan ke- 4 suku yang ada di kenegerian kubu, Bahkan kenegerian kubu tersebut sekarang sudah dimekarkan menjadi 7 kecamatan, yaitu Kecamatan kubu, Kecamatan Baganagan Sinembah, Kecamatan Simpang Kanan, Kecamatan Pasir Limau Kapas Kecamatan Balai Jaya, Kecamatan Bagan Sinembah Raya dan Kecamatan Kubu Babussalam.
"Menapak tilas sejarah kesepakatan kembali, pada tahun 2018 dan 2019 ada kesepakatan diantara DPH majelis bersama kelima perusahaan tersebut yang mediasinya difasilitasi Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI), Drs.H.abdul Gafar Usman, selaku Ketua dan Anggota Badan Akuntabilitas Publik," jelas dia.
Hasilnya, sambung dia, dihadapan Drs.H.abdul Gafar usman, tercapai kesepakatan yang berbunyi perusahaan akan melaksanakan program CSR kepada masyarakat persukuan serta melaksanakan program pola kemitraan. namun kesepakatan ini pun mereka kangkangi dan hianati.
"Jadi, sesungguhnyanya kami masyarakat persukuan sudah cukup lama menderita dengan ulah mereka para pembantai hutan tanah adat ini, dan sudah lama juga kami memperjuangkan hak-hak kami dengan keterbatasan kami dan menghadapi ketidak berpihakan Pemda Rohil di masa-masa lampau," ujar dia kesal.
Bukti lagi ya, kata dia, Pada tahun 2004 sudah terbit SK bupati Wan Thamrin Hasyim tentang Tim kajian tanah ulayat dan pernah juga terbit pansus Ranperda DPRD Rohil untuk membuat perda Tanah Ulayat yang ditanda tangani oleh ketua DPRD Rohil saat itu Deddy Humadi, namun hal itu semua terkunci didalam brangkas besi yang super kuat. lantas semasa H. Suyatno Bupati Rohil juga pernah kami upayakan penyelesain- penyelesaian namun sekali lagi terkunci rapat.
"Dan semoga Bupati Rohil sekarang ini, Afrizal Sintong membantu kami menyelesaikan masalah kami ini, dan alhamdulillah Bupati Afrizal Sintong baru-baru ini pun sudah mengeluarkan SK pengakuan 4 suku yang ada di kenegerian kubu ini," kata dia.
Terkait perihal hasil rapat pansus tadi, sambung dia, Tim pansus akan kembali mengagendakan ulang dengan mengundang Pemda Rohil, DPH majelis dan perusahaan dalam waktu dekat, sebagaimana yang diharapkan oleh pansus kedepan agar Pemda memfasilitasi dan menjembatani penyelesaian konflik dan tuntutan masyarakat persukuan kenegerian kubu ini.
"Terakhir, Sekali lagi kami tegaskan ya, kami tidak akan pernah berhenti memperjuangkan hak-hak komunal masyarakat hukum adat kami, terhadap mereka para perusahaan-perusahaan yang sering dan telah mengabaikan hak-hak kami," tegas dia.
"Hal dimaksud bukan berarti kami ingin menggangu ataupun menghambat para investor yang ingin membangun usaha di Rohil, akan tetapi kami berharap tidak terjadi kesenjangan yang sangat jauh antara pengusaha dengan masyarakat adat. Dengan kata lain sampai yang terjadi sebagaimana bunyi pepatah "Kami seperti ayam mati di lumbung padi" bila tidak diindahkan maka tiada pilihan bagi, kami harus lakukan sesuai pepatah "Lebih baik putih tulang daripada berputih mata, tekad kami sudah kuat karena seringnya dikangkangi dan dibohongi, "Mujur lalu melintang patah," pungkas dia.
Penulis : Zurfami
COMMENTS