ROKAN HILIR (RIAU), KOMPASPOS.COM - Webinar, Jurnalisme Warga sepakat tekan kriminalisasi terhadap wartawan di tanah air. Hal tersebut mend...
ROKAN HILIR (RIAU), KOMPASPOS.COM - Webinar, Jurnalisme Warga sepakat tekan kriminalisasi terhadap wartawan di tanah air. Hal tersebut mendominasi disampaikan oleh pemateri dan peserta dalam diskusi publik yang diikuti lebih 300 peserta jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik dari semua kabupaten/kota di seluruh tanah air Indonesia, Senin (16/08/21).
4 narasumber dihadirkan dalam acara yang diselenggarakan oleh Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), sebagai pemateri diantaranya Ketua PPWI sendiri Wilson Lalengke, Ketua komite 1 DPD-RI Fahrul Rozi MIP, Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia PWI Ilham Bintang dan Komisi Kejaksaan RI DR.R.M. Ibnu Mazlah, S.H. M.H.
Acara diskusi publik yang mengangkat tema "Eksistensi Pewarta Warga Dalam Perspektif UU Pers"dalam rangka gebyar hari merdeka, gebyar wartawan merdeka sehubungan dengan HUT RI ke-76 tahun ini dimulai dari sapaan moderator Julian Caisar SPd yang kemudian mempersilahkan Ketua PPWI Wilson Lalengke untuk membuka acara.
"Terimakasih atas kesediaan waktu para narasumber yang hadir dalam kegiatan ini dan kawan kawan semua pewarta yang ikut bergabung dengan acara ini, selanjutnya dengan mengucapkan Basmillah, acara diskusi publik ini saya buka," ucap Wilson Lalengke.
Selanjutnya, Wilson Lalengke yang diberikan oleh Julian Caisar, S.Pd sebagai pemateri pertama menyatakan bahwa karakter bangsa ditentukan oleh informasi yang didapatnya, pewarta sangat penting dalam menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat.Dan menurutnya bahwa informasi juga adalah kekuasaan.
"Informasi adalah pendidikan, oleh sebab itu pewarta juga adalah guru, dan masyarakat adalah murid, dimana bila informasinya baik dan benar maka masyarakat juga mendapat kabar yang baik dan benar, informasi sangat penting karena barang siapa yang mengusai informasi berarti ia menguasai dunia," kata Wilson.
Sementara pemateri kedua, Ketua komite 1 DPD-RI Fahrul Rozi MIP, mengatakan, bahwa UU nomor 40 tahun 1999 perlu direvisi, pasalnya UU tunggal tersebut masih menghadapi berbagai perkembangan pada saat ini.
Ia tidak membantah bahwa insan pers masih selalu menerima kriminalisasi terkait pemberitaan. Namun demikian dikatakannya, bahwa itu tentu bila insan pers sendiri memiliki usulan.
"UU nomor 40 yang kita kenal tunggal untuk mengatur keberadaan pers itu sendiri menurut saya perlu perubahan sebab masih belum mengakomodir keamanan insan pers dalam membuat berita, sehingga seperti di Medan Sumatera Utara kemarin kita baca berita terjadinya pembunuhan terhadap wartawan, namun demikian tentu tidak terlepas dari peran serta dan usulan dari insan pers ditanah air," ujar dia.
Pendapat tersebut sedikit kontradiksi dengan pembicara ketiga Ilham Bintang, ketua kehormatan PWI ini berpendapat bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan sekarang.
Ia mengaku khawatir dimanfaatkan untuk dilemahkan, namun ia sangat setuju agar dewan pers lebih melakukan pembinaan dan pembelaan terhadap insan pers.
"Kalau direvisi saya bukan tidak setuju, tapi tidak sekarang, karena khawatir dimanfaatkan untuk dilemahkan sebab kita sedang mengalami pancaroba, namun Dewan pers patut meningkatkan pembinaan, pengawasan dan pembelaan terhadap insan pers itu sendiri," kata dia.
Dilanjutkan oleh pemateri terakhir, DR. R.M Ibnu Mazlah,SH.MH. menurut komisi kejaksaan RI ini, Bahwa intinya sebagai Negara hukum yang memiliki konstitusi, hak semuanya sama, untuk itu ianya menyampaikan agar tetap mengacu kepada instrumen- instrumen hukum, seperti hukum tata negara, hukum pidana dan hukum perdata.
"Berbicara tentang pers, tentu kita berbicara tentang negara hukum yang memiliki konstitusi sebagai kekuasaan tertinggi, oleh sebab itu tetap harus mengacu pada instrumen- instrumen hukum diantaranya hukum tata negara hukum pidana dan hukum perdata," pungkas dia.
Diskusi ini hangat oleh banyaknya masukkan saat di sempatkan untuk bertanya oleh moderator Julian Caisar SPd, dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan, bahkan diramaikan pula dengan pesan yang kerap menulis bahwa revisi atau tidak UU nomor 40 tahun 1999 itu, yang terpenting tekan kriminalisasi terhadap wartawan, sebagai mana keempat narasumber sebelumnya juga sepakat demikian.
Penulis : Zurfami
COMMENTS